Chapter 110 - Terpaksa Menikahi Tuan Muda - NovelsTime

Terpaksa Menikahi Tuan Muda

Chapter 110

Author: LaSheira
updatedAt: 2025-05-11

Seharusnya adegan romantis itu

    selalu meibatkan dua pihak di dalamnya. Tapi sepertinya kali ini tidak. Daniah

    yang diam seperti batu, bagi Saga ini adalah reaksi paling romantis yang

    ditunjukan istrinya sepanjang perjalanannya menikah. Kali ini, dia mulai bisa

    meraba sedalam apa hati istrinya. Menemukan ruang kecil yang menyimpan namanya

    di sana. Setelah merasa senang sendiri dan puas dengan apa yang dia lakukan

    Saga menyandarkan dagunya di bahu Daniah. Menciumi bahu itu lembut.

    “ Kata pak Mun kamu tidak menonton

    sampai selesai acara peresmian tadi. Kenapa? Kau bahkan tidak melihatku naik

    podiumkan?”

    Tidak! Untuk apa aku melihatmu dan

    Helen bersama.

    “ Kenapa?” menyusuri leher Daniah

    dengan tangannya, saat istrinya masih menunjukan protes dengan membisu. “

    Lehermu kecil sekali ya. Kalau aku mencekikmu kau bisa mati tidak ya.” Tergelak

    sendiri.

    Kurang ajar, dia sedang mengancamku

    sambil tertawakan.

    “ Tadi aku kurang enak badan, jadi

    aku naik ke kamar untuk istirahat.”

    Menyelamatkan diri dengan alasan

    paling klise di muka bumi ini, hayo ngaku siapa yang sering pura-pura sakit

    supaya bisa tiduran di uks atau pergi beli minum di kantin. Wwkwkw. Tapi,

    alasan yang dilontarkan Daniah karena bingung untuk menyelamatkan dirinya, akan

    menjadi bumerang hebat yang ia sesali memilih sakit sebagai alasan.

    “ Tidak enak badan. Kamu sakit?”

    Saga sudah duduk di samping Daniah. Menyentuh kepala Daniah dengan tangan.  Lalu menempelkan keningnya ke kening Daniah.

    Memeriksa suhu tubuhnya. “ Apa kau demam? Apa yang sakit?” sudah setengah

    berteriak karena panik.

    Apa si orang ini.

    “ Cuma sakit perut kok.”  Masalah baru karena dia memilih sakit perut

    dari semua bagian tubuhnya.

    Daniah seharusnya kau ingat nasehat

    sekertaris Han untuk hati-hati bicara dengan tuan Saga, sesuatu yang kamu

    anggap hanya candaan bisa saja di tanggapi dengan sangat serius oleh tuan Saga.

    Seperti sakit perutmu saat ini.

    “ Sakit perut!” Saga duduk, membuka

    laci meja di samping tempat tidurnya. Dia meraih remot. Lalu blarr lampu

    menyala.

    Apa! dia punya remote untuk

    menyalakan lampu tapi selalu ribut padaku untuk matikan lampu. Dasar makhluk

    menjengkelkan.

    Daniah seharusnya bukan itu yang

    kau perhatikan. Tapi suamimu. Saga sudah meraih telfon rumah. Cukup lama dering

    suara. Wajah panik Saga menunggu telfon diangkat.

    “ Sialan! Apa semua orang sudah

    tidur!” sudah mau bangun saat suara sengau pak Mun karena terkejut menjawab

    dari sana. Dia pasti menjawab telfon sambil mengumpulkan nyawa. Karena dia

    sudah tertidur sebentar tadi.

    “ Maaf tuan muda. Ada apa?”

    “ Panggil dokter Harun. Sekarang.”

    Tanpa penjelasan apa-apa sudah membanting telfon. Tidak menyadari kalau

    tindakannya memutus telfon seenaknya membuat si penerima kalang kabut sendiri. Beralih

    pada Daniah sekarang. Wajah gadis itu pias, bukan karena sakit tapi karena

    terkejut dengan reaksi Saga yang berlebihan. “ Tunggu ya, dokter Harun akan

    segera datang. Apa sakit sekali.”

    “ Sayang, aku gak papa kok. Sudah

    gak sakit lagi.” Daniah yang mau bangun duduk, di cegah oleh Saga. Laki-laki

    itu meluruskan kaki Daniah. Membuat Daniah semakin frustasi, bagaimana

    menyadarkan kegilaan suaminya ini.

    “ Mana yang sakit? Sini.” meraba

    pelan bagian perut. Berpindah dari satu titik ketitik yang lain. Menekannya sedikit

    saja. “ Apa perlu di kompres dengan air hangat? Ahh, mana lagi pak Mun kenapa

    belum naik juga.” Gusar lagi karena kepanikannya.

    “ Sayang aku gak papa.”

    Lupa sudah dengan rasa cemburunya

    yang tadi, berganti frustasi dengan sikap Saga.

    Akhirnya Pak Mun muncul setelah dia

    mengetuk pintu kamar dan mendengar Saga menyahut. Dia masuk dengan wajah

    gelisah dan kuatir, sebenarnya ada apa ini, begitu yang dipikirkannya sepanjang

    menaiki tangga.

    “ Tuan muda apa anda sakit.” Laki-laki

    itu sudah terlihat tidak mengantuk. Tentu saja, dia sudah membangunkan beberapa

    pelayan di rumah belakang. Menyuruh beberapa pengawal bersiaga di posisinya.

    Kantuknya seketika lenyap saat nama dokter Harun di sebut.

    “ Bukan aku yang sakit tapi istriku!”

    berteriak ke segala arah.

    “ Nona muda?” Pak Mun bingung,

    melihat Daniah yang terbaring terlentang dengan tangan bertumpu diperut dan

    kaki yang lurus selonjoran. “ Maafkan saya tuan muda.” Bukankah nona baik-baaik

    saja tadi gumamnya. Tapi tidak berani membantah atau memberi informasi apa-apa.

    “ Bagaimana kau menjaga istriku?

    Dia sakit saja sampai kau tidak tahu.”

    “ Maaf tuan muda.”

    “ Siapkan air hangat sekarang.

    Sebelum dokter Harun datang aku mau mengompres perutnya. Dan bawakan air hangat

    dan madu untuknya minum juga.” Instruksi mendetail dia berikan.

    “ Eh, baik tuan muda.”

    Pak Mun keluar kamar dengan segera.

    Meninggalkan mereka berdua. Sekilas pak Mun bisa melihat wajah nona mudanya

    memeng agak terlihat pias, tapi sepertinya dia baik-baik saja.

    Bagaimana ini? Bukan ini

    rencananya. Kenapa dia tiba-tiba mengila begini si mendengar aku sakit. Daniah

    semakin frustasi mencengkram seprei tempat tidurnya.

    Saga naik lagi ke tempat tidur

    duduk di samping Daniah yang sedang berfikir keras bagaimana mengakhiri

    sandiwara ini. Saga membelai kepalanya, mencium kening dan pipi serta seluruh

    bagian wajahnya.

    “ Yang mana yang sakit?”

    Aku tidak sakit! Aku Cuma pura-pura

    sakit. Kenapa kau bodoh sekali si tuan muda!

    “ Sayang, aku sudah tidak apa.

    tidak perlu sampai memanggil dokter Harun segala.”

    Aku pasti ketahuan kalau cuma

    pura-pura nanti. Habislah aku sudah membuat keributan seisi rumah ini.

    Ketukan pintu lagi.

    “ Kak Saga, ini kami, boleh kami

    masuk?” suara jen dan Sofi.

    “ hemm, masuklah.”

    Jen dan Sofia yang terbangun karena

    keributan di lantai bawah yang dilakukan pak Mun saat memberi instruksi kepada

    para pelayan tadi.

    “ Kakak ipar kenapa?” Mereka

    mendekat ke tempat tidur. Mendapati Saga di samping Daniah yang sedang memegang

    tangan kakak iparnya erat.

    “ Seharusnya aku yang tanyakan.

    Seharian aku menyuruh kalian menemani kakak ipar kaliankan, kenapa dia sakit

    perut sampai kalian tidak tahu!”

    Jen dan Sofi mengigit bibir mereka.

    “ Sayang aku gak papa.”

    Maafkan aku jen, maafkan aku Sofi.

    Aku benar-benar tidak sengaja melakukan ini.

    “ Maaf kak, maafkan aku. Kakak ipar

    bukan sakit karena makan jajanan yang aku beli tadikan?” Bertanya. Kesalahan

    fatal jen, menyebut kalau dia membawa jajanan.

    “ Jajanan, kau memberi kakak iparmu

    makanan apa hah?” marah, bangun dari duduk. “ Sudah kubilang hati-hati dengan

    makanan yang masuk ke tubuh mu kan.” Rasanya mau mati saja, Daniah merasa

    sangat bersalah sekali pada jen dan Sofi.

    “ Eh, tapi kakak ipar gak makan

    jajanan kok. Tadi kakak ipar cuma makan stroberi. Iakan kakak ipar.”

    Selamatkan kami kakak ipar.

    “ Ia sayang, aku tidak makan

    makanan aneh apapun kok. Aku hanya makan stroberi dan makan malam saja. Jangan

    salahkan jen dan Sofi.”

    Pak Mun muncul dengan membawa gelas

    berisi air hangat dan madu. Lalu pelayan di belakangnya membawa mangkuk kaca

    dan beberapa tumpuk handuk di sebelahnya. Saga segera mengambil gelas di tangan

    pak Mun. Lalu naik ke tempat tidur.

    “ Duduklah! Kau bisa bangun.” Sudah

    mau menyerahkan gelasnya dan membantu Daniah bangun. Tapi Gadis tu bergerak

    cepat untuk duduk. “ Minumlah, biar perutmu hangat. Sebelum dokter Harun

    datang.” Menyelipkan rambut Daniah ke belakang telinga. Dia membantu Daniah

    minum. “ Pelan-pelan saja minumnya, nanti kamu tersendak.” Tapi Daniah ingin

    segera menghabiskan air madu di gelasnya. Supaya semua orang yang ada di

    kamarnya ini segera bisa pergi. Dia sedang binggung, malu plus takut bercampur

    aduk.

    “ Berikan handuknya.” Saga mengulurkan tangan.

    “ Baik tuan muda.”

    “ Kakak ipar, apa kakak ipar sedang

    hamil.” Jen menyela.

    Hei Jen jangan bicara sembarangan!

    Tapi kata-kata jen sudah seperti

    menyambar semua telinga orang yang ada di dalam kamar. Saga yang belum

    menempelkan handuk di perut Daniah menjatuhkan benda itu di atas kasur.

    “ Hamil? Sayang apa kamu sungguh

    sedang hamil.” Menyentuh kedua tangan Daniah, mengengamnya erat.

    “ Tidak! Jen jangan bicara

    sembarangan. Aku sedang tidak hamil sayang.”

    Aku tidak mungkin hamil. Aku sedang

    pura-pura sakit untuk membalasmu.. tapi malah kenapa karma ini jatuh menimpaku.

    “ kenapa? Bisa jadi kakak ipar

    benar-benar hamilkan. Haha, aku mau punya keponakan donk.”

    Hentikan bualanmu jen. Hei tuan

    muda kenapa wajahmu sesenang itu, jangan percaya dengan omong kosong Jen.

    “ Sayang aku tidak hamil. Aku.”

    Hanya sedang pura-pura sakit.

    Bagaimana ini aku mengatakannya.

    Di tengah kegaduhan tentang

    kehamilan datanglah dokter Harun. Daniah bernafas lega. Seseorang yang bisa menyelamatkannya.

    Pak Mun dan pelayan wanita keluar dari kamar.

    “ Apa yang terjadi?” Dokter Harun

    binggung. “ Siapa yang sakit?” sepanjang perjalanan dia hanya menduga-duga. Pak

    Mun tidak memberi tahukan ada apa dan siapa yang sakit. Dia Cuma mengatakan secepatnya

    dokter Harun di minta datang kerumah tuan Saga.

    Apa ini sedang main dokter-dokteran

    lagi!

    “ Kak Harun sepertinya kakak ipar

    sedang hamil.” Jen dengan sok tahunya kembali angkat bicara mewakili, memberi

    jawaban dari pandangan kebingungan dokter Harun.

    “ Hamil!”

    “ Tidak dok!” Daniah berteriak.

    Ingin kesalah pahaman ini segera berakhir. “ Saya hanya sedikit sakit perut

    saja.”

    “ Sedikit bagaimana, kalau sakit tetap sakit. Tidak ada yang namanya sedikit

    sakit.” Saga protes.

    Tunggu, ini benar lagi main

    dokter-dokteran. Tuhan, kenapa aku terjebak di keluarga ini. Kenapa aku punya

    teman mengerikan seperti Saga dalam hidupku.

    “ Baiklah, kita periksa dulu

    sebentar ya kakak ipar.”

    “ hei, siapa yang kakak iparmu. Dia

    istriku.” Protes lagi.

    Dokter Harun tertawa menanggapi

    perkataan Saga. Dia mendekat ke arah tempat duduk ke samping kiri Daniah.

    Meminta Daniah mengulurkan tangannya.

    “ Hei, kenapa kau menyentuh

    istriku. Lepaskan!” berteriak.

    “ Bagaimana aku memeriksa istrimu

    sialan kalau aku tidak boleh menyentuhnya.” Dokter Harun ingin membanting alat

    di tangannya. Geram.

    “ Seharusnya kau bawa perawat

    wanita tadi!” masih tak kalah marahnya.

    “ Akukan tidak tahu kalau kakak

    ipar yang sakit.” Pak Mun saja Cuma menyuruh segera datang ke rumah tuan Saga. Tanpa

    info apa-apa. sepanjang perjalanan saja Harun sudah panik dengan menduga-duga

    sebenarnya terjadi apa.

    “ Dia bukan kakak iparmu.” Berteriak

    lagi.

    Jen sudah memegang bahu Saga. Sofi

    juga memegang tangan kiri Saga.

    “ Biar kak Harun memeriksa kakak

    ipar dulu kak. Sebentar saja. Hanya menyentuh tangan sedikit saja.”

    Saga mengibaskan tubuhnya.

    Memandang dokter Harun dengan geram. Apalagi saat dia menyuruh Daniah

    berbaring. Saga bahkan mengumpat kesal saat Harun menekan perut Daniah di beberapa

    posisi. Lali-laki itu memeriksa tangan Daniah lebih teliti.

    Benarkan ini cuma main

    dokter-dokteran.

    Dia melirik Daniah lalu tersenyum.

    Apa yang anda rencanakan kakak ipar?

    “ Istrimu hanya perlu istirahat

    sebentar, dia tidak apa-apa.”

    “ Hei!” sudah mau protes. Soalnya tadi

    Daniah bilang sakit seharusnya diagnosa Harun juga menyatakan istrinya sakit.

    “ Benarkan nona?” Harun mengedipkan

    mata kirinya.

    “ ia sayang, aku pasti hanya lelah.

    Aku benar-benar tidak apa-apa. “ Hentikan kegilaanmu ini. Memohon dalam hati

    agar sandiwara sakit malam ini berakhir dengan damai.

    “ Baiklah nona sekarang

    istirahatlah. Kalian berdua juga pergi tidur sana. Kenapa bocah jam segini

    masih terjaga juga.” Tudingnya pada jen dan Sofi. “ Saga, antar aku.”

    “ kenapa aku harus mengantarmu. Aku

    mau menemani istriku. Jen panggil pak Mun.” Menolak, Saga memilih mau naik ke

    tempat tidur lagi.

    “ Baik kak.” Jen sudah mau

    bergerak.

    “ Hei, aku mau kau mengantarmu.”

    Mendorong tubuh Saga. “ Nona Daniah istirahat saja ya.”

    “ Jangan bicara dengan istriku.”

    “ Sudah-sudah ayo keluar sebentar.”

    Harun menarik lengan Saga. Saga memukul tangannya. “ Sakit tahu.”

    Dia berbalik sebelum keluar pintu. Bicara

    pada Daniah.

    “ Tidurlah! Aku keluar sebentar.”

    “ Ia sayang.”

    Saat pintu sudah tertutup. Daniah

    menendang selimutnya.

    Kenapa? Kenapa malah jadi begini

    si! Kenapa malah jadi aku yang terpojok di sini.

    BERSAMBUNG

Novel