Chapter 138 - Terpaksa Menikahi Tuan Muda - NovelsTime

Terpaksa Menikahi Tuan Muda

Chapter 138

Author: LaSheira
updatedAt: 2025-07-15

Sementara itu di dalam rumah, selepas kepergian Saga dan Daniah.

    Jen dan Sofi yang akan berdiri di

    belakang kakak iparnya sebagai pembela dan pendukung garis keras. Karena mereka tahu, kedamaian rumah ini tergantung bagaimana suasana hati kakaknya. Dan mereka paham sekali, siapa yang berpengaruh merubah mood kak Saga tersayang mereka.

    “ Ibu, apa ibu tidak menonton

    pengakuan cinta kak Saga pada kakak ipar?” Pertanyaan sekerdarnya yang di lontarkan Jen, sebenarnya hanya sebagai penegas, kalau ibu sudah kalah telak dalam hal apapun. Karena ibunya sudah ribut membahasnya waktu itu, Jen tahu ibu menonton. Bahkan ibu hafal apa yang di ucapkan kak Saga di luar kepala.

    Ibu terdiam, memandang kedua

    putrinya.

    “ Jangan mengusik mereka lagi bu. Kak

    Saga yang sudah tergila-gila pada kakak ipar. Ibu tidak bisa melakukan apapun.”

    Sekali lagi berusaha menunjukan poin utamanya. Bahwa Sagalah yang duluan jatuh

    cinta pada kakak ipar. Sejak mereka tidur bersama. Itu fakta.

    “ Ibu tidak akan menggangu Daniah

    jadi kalian tidak perlu berkata apapun. Ibu hanya belum bisa rela dia mengandung

    anak Saga dan penerus keluarga ini.” Getir ibu menjawab. Ya, dia tidak akan

    menggangu gugat posisi Daniah sebagai istri Saga. Karena dia tahu itu mustahil.

    “ Kenapa bu? Memang apa yang salah

    dengan kakak ipar? Dia wanita baik-baik.” Jen masih bicara penuh percaya diri

    dengan pendapatnya. “ Dan yang terpenting mereka saling mencintai sekarang. Dan yang paling utama, kak Saga mencintai kakak ipar bu.”

    “ Keluarganya, garis keturunan

    keluarganya.”

    Jen menghentikan bicaranya saat

    Sofi menarik bajunya.  Sofi menunjuk Daniah yang sudah berdiri tidak jauh dari

    mereka dengan ekor matanya. Yang mereka tangkap saat melihat Daniah mematung seperti itu adalah, kakak ipar mendengar semua pembicaraan mereka.

    Sial.

    “ Kakak ipar. Maafkan ibu. Dia pasti asal bicara.”  Jen mendekat meraih tangan Daniah. Memohon

    agar kakak iparnya tidak mengambil hati pembicaraan mereka. Walaupun terlihat

    gurat kecewa muncul di wajah Daniah, tapi gadis itu berhasil mengusirnya dengan cepat.

    Daniah menepuk bahu Jen.

    “ Kamu bisa terlambat Jen kalau

    belum berangkat sekarang. Pergilah.” Melepaskan tangan Jenika dari tangannya. Dia tersenyum tipis.

    “ Kakak ipar.” Merengek. Jen

    sekarang sering sekali memakai senjata ini meluluhkan Daniah.

    “ Aku tidak apa-apa. pergilah. Sofi

    juga, berangkat sekarang nanti kalian terlambat.” Menepuk bahu Jen lagi. Lalu mendorong tubuh adik iparnya untuk pergi. " Berangkat sana."

    “ Maaf ya kakak ipar.” Sofi

    mengambil tas mereka berdua. Menyerahkan tas Jen, menarik Jen agar ikut menyingkir.

    Paham mereka tidak bisa menyelesaikan apapun, sekalipun terlibat dalam

    kerusuhan pagi ini.

    “ Kenapa minta maaf, memang apa

    salahmu. Sudah sana. Aku sudah bilang pada Raksa untuk bersikap baik padamu Jen,

    karena kamu adik ipar yang baik hati.” Daniah mengedipkan matanya jenaka.

    Membuat Jen langsung semangat membara. Lupa sudah pembicaraanya dengan ibunya

    tadi. Dia sudah melangkah dengan riang  ke mobilnya.

    Raksa, Raksa, aku akan

    menaklukanmu. Satu bulan ya. Hehehe, tidak akan memakan waktu selama itu. Akan

    ku pakai semua pesona dan daya tarik Jenika, gadis manis yang punya sejuta pesona.

    Jen mengibaskan rambutnya. Sofi di

    sampingnya hanya tersenyum kecut. Tahu apa yang sedang dipikirkan Jen. Dia menuju mobilnya sendiri. Malas meladeni

    kakaknya yang mulai di rasuki penyakit cinta.

    Sementara itu setelah Jen dan Sofia

    pergi Daniah mendekati ibu mertuanya. Dia tahu, dia harus bicara dengan wanita

    di depannya ini. Tidak tahu apapun yang akan dia bicarakan. Tapi dia tetap

    harus bicara.

    “ Duduklah, kita memang harus

    bicara.” Ibu menunjuk sofa di depannya.

    Suasana di dalam rumah sudah terasa

    sesak untuk Daniah. Tapi dia mau tidak mau memang harus duduk dan bicara dengan

    ibu mertuanya. Hatinya sudah sekuat ini. Ikatan janji yang di berikan Saga

    untuk megikat hatinya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya mengangkat tegak

    kepalanya di hadapan ibu mertuanya.

    Daniah duduk di sofa,

    di hadapan ibu mertuanya.

    “ Ibu.” Daniah tidak bisa melanjutkan kata-katanya, karena dengan cepat ibu langsung memotong pembicaraan.

    “ Aku tahu, aku sudah kalah sejak

    lama perihal dirimu Daniah." Terdengar ibu menghela nafas. " Apalagi saat Saga mengatakan perasaannya pada dunia. Bahwa dia mencintai istrinya. Aku tahu aku sudah kalah.” Ibu menelan

    ludah. Menatap wanita di hadapannya. Sebenarnya apa yang dimiliki gadis ini

    sampai membuat Saga jatuh cinta padanyan. Gumamnya dalam hati, masih dengan

    perasaan tidak terima. “ Saga tidak pernah memproklamirkan perasaannya. Dengan

    Helen sekalipun.” Dia terdengar menarik nafas dalam.

    Sementara Daniah masih duduk dengan

    tenang, tidak menjawab atau memberi reaksi apa-apa. dia hanya terlihat sedang

    mengerutkan keningnya.

    Apa ibu belum menyerah perihal Helen,

    kenapa masih menyebutnya.

    “ Saga memperkenalkan Helen sebagai

    kekasihnya ke publik. Semua orang tahu siapa Helen, tapi dia tidak pernah

    menunjukan perasaan cintanya pada Helen pada orang-orang. Berbeda dengan mu,

    Saga tidak memperkenalkanmu pada dunia. Tapi dia menunjukan cintanya kepadamu

    pada semua orang.”

    Wajah Daniah bersemu, merasa

    bahagia dengan sendirinya. Kata-kata ibu mertua terdengar seperti kalimat

    pujian. Tapi dia segera menyadarkan diri, jelas-jelas, pasti bukan itu maksud

    ibu mertua kan.

    “ Saga sangat mencintaimu, tapi

    bagaimana denganmu?” seperti berusaha melontarkan bola panas yang akan melumerkan kepercayaan diri Daniah.

    Benarkan, ini inti bicara ibu

    panjang lebar tadi.

    Ibu tidak bisa mengusik Saga, tapi

    dia menemukan celah untuk mengoyahkan pernikahan ini melalui Daniah. Perasaan

    menantu di hadapannya ini, sampai hari ini yang ia tahu. Gadis ini masihlah

    wanita yang pernah berkata ingin pergi dari rumah ini. Dia bahkan pernah mengatakan

    akan berlutut di kakinya kalau sampai Saga menceraikannya. Artinya perasaannya

    pada putranya tidaklah seperti yang ia dapatkan dari suaminya.

    “ Apa ini bisa di terima, jika kamu

    sendiri tidak mencintai anakku. Kenapa kau dengan tidak tahu malunya menerima

    cinta yang begitu berlimpah dari putraku?” pertanyaan sekaligus kecaman.

    Deg, Daniah mencengkram sofa dengan

    kedua tangannya. Pikirannya tumpang tindih. Kalau dulu mungkin dia tidak akan

    bisa menjawab. Tapi sekarang hati mereka yang terikat satu sama lain. Membuatnya percaya diri menatap ibu.

    “ Ibu.” Dia membuka mulutnya lirih.

    “ Perasaanku seperti apa, tuan Saga tahu dengan pasti itu. Aku bersyukur

    mendapatkan cinta yang berlimpah dari suamiku, dan sebesar itu pula aku akan

    berusaha membalasnya. Jika orang lain tidak melihatnya, aku tidak terlalu memusingkan

    itu. Yang terpenting, suamiku tahu dan merasakan perasaan tulusku padanya.” Pelan, namun runut Daniah menyanggang ibu.

    Cih, kenapa aku tidak menemukan

    kata yang tepat untuk membantahnya. Ibu merasa gusar sendiri. Karena sepertinya

    menantunya percaya diri dengan perasaannya sepertinya menyerang melalui celah

    ini hanya akan sia-sia.

    “ Daniah, apa kau merasa pantas

    untuk melahirkana anak dari Saga?”

    Benar, seharusnya aku memakai celah

    ini, wajahnya sudah terlihat pias. Ibu menepukan sasaran tepat menjatuhkan

    mental Daniah. “ Kau harus tahu, lingkungan pergaulan kami berbeda dengan mu

    menjalani hidup selama ini. Kelak, penerus keluarga ini akan mengantikan Saga,

    baik dalam bisnis ataupun pergaulan. Tapi bagaimana dia bisa menegakkan

    wajahnya jika dia memiliki ibu dengan latar belakang seperti mu.”

    Daniah mengigit bibirnya. Merasa

    apa yang baru ibu katakan sangat menyakitkan. Menjatuhkan harga dirinya.

    Seharusnya aku tahu ini. Kalau ibu

    mengunakan kelemahanku yang satu ini. Bahkan menjawab satu katapun aku tidak

    akan mampu.

    Ibu mengeluarkan sesuatu dari

    kantung bajunya, meletakan di atas meja dengan perlahan. Wajah Daniah langsung terlihat pucat saat mengenali benda yang di letakan ibu barusan.

    “ Minumlah ini diam-diam, dan

    bujuklah Saga.” Masih meletakan benda kecil itu di bawah tangannya.

    “ Maksud ibu?” minum pil KB dan membujuk tuan Saga, untuk apa? pertanyaan itu muncul.

    “ Biarkan dia menikah lagi dengan

    wanita yang pantas untuk menjadi ibu dari anaknya. Aku tidak akan mengusikmu.

    Kamu tetap akan menjadi istri yang di cintai Saga di sampingnya. Tapi bukan

    kamu yang akan di kenal dunia sebagaai ibu dari anak putraku.”

    Huh! Jahat sekali. Bagaimana bisa

    semudah ini ibu mengatakan ini padaku.

    Jika dulu, mungkin Daniah akan

    langsung mengangukan kepala dengan ide gila ide. Dulu saat hatinya masih

    terkunci rapat untuk Saga. Saat ia hanya melihat Saga sebatas kontrak mematikan

    yang bisa menyelamatkan hidup keluarganya. Tapi tidak sekarang, saat ia tahu

    setulus apa hati suaminya untuknya. Apakah Daniah sudah gila sampai akan

    mengikuti permaianan ibu mertuanya.

    “ Ibu, sepertinya ibu tidak mengenal

    anak ibu dengan baik ya.” Menatap ibu mertuanya dengan sorotan tajam. “ Apa ibu

    pikir saya seberani itu. Minum pil kontasepsi diam-diam tanpa sepengetahuan

    tuan Saga.”

    Aku berani dulu, walaupun itu ku sesali

    sampai hari ini.

    “ Kalau dia tahu, dia pasti akan

    mencekik ku.” Menjawab dengan gelak sambil memperagakan dengan tangannya

    sendiri.

    Ya dia pasti akan sangat murka, aku

    bahkan tidak berani membayangkan bagaimana kemarahannya.

    “ Daniah, apa kamu tidak terlalu

    serakah?” ibu sama sekali tidak tertawa melihat apa yang dilakukan Daniah. Padahal Daniah sudah berusaha membumbui gerakan mencekik lehernya dengan tawa.

    Serakah! Ibu tahu berapa kali aku

    mengingatkan diriku untuk jangan terlalu serakah pada cinta tuan Saga. Aku

    sungguh tau diri untuk selalu ingat posisiku.

    “ Maaf bu, aku tidak akan minum pil

    itu atau membujuk suamiku. Aku tidak punya keberanian untuk itu. Kenapa ibu

    tidak mengatakan langsung pada tuan Saga.”

    Wajah ibu berubah kesal. Dia

    mengambil pil itu dan melemparkannya di depan Daniah. Tepat  pada ujung meja di

    depan menantunya.

    “ Kalau kau tau diri, cukup tau

    diri siapa dirimu, minumlah. Jangan sampai kau mengandung anaknya Saga.” Sebuah

    serangan terakhir yang di harapkan mampu mengoyangkan pertahanan Daniah.

    Tapi saat ibu mendongak dan menatap lekat menantunya, gadis itu tidak bergeming. Membuatnya semakin larut dalam rasa kesal.

    Bersambung

Novel