Chapter 154 - Terpaksa Menikahi Tuan Muda - NovelsTime

Terpaksa Menikahi Tuan Muda

Chapter 154

Author: LaSheira
updatedAt: 2025-08-11

Hening, ruangan privat ini terasa

    mencekam. Bahkan Aran bisa mendengar helaan nafasnya sendiri saat ini. Gelisah sampai ke ujung kukunya,

    ia menatap laki-laki di hadapannya. Dia benar-benar serius memberinya waktu

    sepuluh menit untuk berfikir. Aran menatap Han yang tidak bergeming sama sekali

    dalam duduk diamnya. Detik demi detik dengan cepat berputar. Tidak memberinya

    kesempatan sama sekali.

    Aran ini kesempatanmu, jawab saja

    ia. Begitu provokasi naluri kesadarannya yang ingin keluar dari lubang

    persembunyian sempitnya. Kontrakan sempit yang menjadi tempatnya melarikan diri selama ini dari kenyataan hidup. Tempat yang segera ingin ia tingalkan.

    Peluang yang ada di depan mata, kau mau lewatkan

    karena takut! Kau tahukan, tidak akan ada kesempatan kedua? Seharusnya Aran

    tahu, dia harus menjawab apa. Hei diamlah. Sedikit tersadar kembali.  Dia sekertaris Han, harimau gila yang hampir mencekikmu dulu. Aran menyentuh lehernya sendiri.

    Dia mengampunimu dan sekarang dia yang menawarkan pekerjaan ini. pikirkan itu? bukan kau yang mendatanginya untuk mengemis. Tapi dia memintamu!

    Walaupun Aran tahu, cara sekertaris Han memberinya penawaran seperti tidak memberinya pilihan. Dia harus menganggukan kepala. Sama halnya dulu, saat laki-laki itu melepaskannya, dengan syarat dia harus menghilang selamanya.

    “ Kau masih punya lima menit!” Han

    melihat jam tangannya lalu  bicara datar. Dia tahu, kesempatan

    yang ia tawarkan adalah peluang emas yang tidak mungkin bisa ditolak.

    “ Tuan, beri saya waktu sehari

    untuk berfikir.”

    “ Dua menit lagi.” Tidak perduli

    dengan yang diucapkan Aran. Walaupun gadis itu sudah memakai kalimat memohon

    dengan mimik wajah dibuat-buat.

    “ Baik!” berteriak cepat. Persetan

    dengan semua ketakutan itu, pikir Aran. Hidupnya saat ini sudah menyedihkan,

    dan itu sama sekali tidak membuatnya senang. Lari dari kehidupan yang dulu dia

    jalani, bersembunyi dari dunia yang sudah mengkhianatinya. Dia bahkan harus

    menjauhi keluarganya karena tidak mau mereka terlibat. Dia sudah muak dengan semua itu. “ Tapi saya punya satu syarat.” Diucapkan dengan berani. Walaupun tersimpan sejuta keraguan, laki-laki

    di depannya ini akan meloloskan syarat yang ia berikan.

    Wajah dingin sekertaris Han

    terlihat sinis. “Kau pikir kau siapa? Beraninya mengajukan syarat padaku.”

    Aaaaa, benar sekali. Apa posisiku

    sampai berani mengajukan syarat.

    Tapi Arandita bukan gadis bodoh,

    dia bisa berfikir kalau laki-laki di hadapannya ini memberinya penawaran.

    Artinya Han melihat dirinya punya kemampuan untuk pekerjaan apapun yang dia

    tawarkan. Sehingga dia benar-benar memberanikan diri untuk mengajukan satu

    syarat untuk melindungi dirinya sendiri.

    “ Hanya satu syarat tuan.” Bicara

    setegas yang ia bisa. " Satu saja."

    “ Cih, kau tahu berapa banyak orang

    yang bermimpi mendapatkan kesempatan ini.”

    Aran jangan jual mahal, memohonlah

    sekarang! Mendengar perkataan Han, sudah membuat Aran ingin memutar haluan.

    Berhenti sok jual mahal. Karena jelas-jelas dia sudah tergiur dengan tawaran.

    Tapi tidak, dia harus melindungi dirinya semampunya.

    “ Saya akan melakukan pekerjaan

    saya dengan baik.” Sekali lagi memberi penawaran. Dia selalu bekerja dengan profesional. Mengesampingkan dirinya jika dalam hal pekerjaan. Aran tahu, dalam riwayat hidupnya, sekertaris Han pasti sudah melihat bagaimana kinerjanya selama ini.

    Tunggu, aku tidak akan jadi mata-mata atau apakan?

    “ Sepertinya kau benar-benar tidak

    tahu posisimu ya.” Han mendesah kesal. “ Sampai kapan kau mau bersembunyi di

    balik nama dewi kecantikan itu.” Seringai tipis muncul, menghina. Seperti

    berkata, tidak tau malu dengan wajah seperti itu, bagaimana kau bisa memakai

    nama dewi kecantikan. “Apa kau mau hidup seperti ini sampai mati? Kalau maumu

    begitu, baiklah.” Menatap tajam dengan serius. “ Menghilang dari hadapanku!

    Jangan pernah aku melihatmu lagi. Ini kesempatan terakhirmu.”

    Arandita mulai panik.

    Lembaran-lembaran uang mulai terbang menjauh. Senyum keluarganyapun ikut pergi

    menjauh. Wajah-wajah yang sekian lama ia rindukan. Sekali lagi yang belum

    kembali sudah berlarian pergi. Yang tampak di depannya tersisa kontrakan sempitnya.

    “ Saya akan melakukan semua

    perintah tuan dengan baik. Saya akan bekerja dengan baik sesuai dengan apa yang

    diperintahkan kepada saya.” Aran mengebrak meja di depannya. Berdiri, bicara

    dengan semangat dan teriakan yang memenuhi ruangan. Sudah kehilangan harga

    diri.

    Aku tahu, aku tidak mungkin menang

    darinya. Jelas-jelas aku yang paling diuntungkan dengan pekerjaan ini.

    “ Katakan apa syarat yang kau

    inginkan?” Han tersenyum tipis nyaris tidak terlihat saat melihat jawaban semangat Arandita.

    Eh, kenapa dia bertanya.

    “ Apa tuan akan mengabulkan?”

    Bertanya dengan wajah antusias. Sepertinya masih punya harapan pikirnya.

    “ Tidak!” Jawaban yang membuat

    orang mendengarnya bisa naik pitam. Diucapkan dengan datar tanpa merubah mimik

    wajah sekalipun.

    “ Lantas kenapa bertanya?”

    gumam-gumam kecil sambil menundukan kepala. Terkejut saat ia mengangkat kepala

    dan melihat  Han menatapnya lekat. Meminta jawaban. “

    Syarat saya cuma satu tuan.” Mengatakan dengan cepat karena pandangan itu

    mengirisnya, dia memalingkan wajah. “ Jangan memukul saya.”

    Han tergelak mendengar syarat yang

    diucapkan Arandita.

    “ Berani sekali kau ya, mengatur

    caraku bekerja.” Han menatap tajam gadis di hadapannya. Dia tertunduk, namun

    tidak menunjukan rasa takutnya. Sekali lagi, ini yang membuatnya tertarik pada

    Arandita. Walaupun dia mendengar ketukan kaki gadis itu di bawah meja. “Kau

    tahu, aku tidak memaafkan kesalahan sekecil apapun jika berhubungan dengan tuan

    muda.”

    Aku tahu! Untuk itu aku meminta

    syarat itu. Apa! jadi pekerjaan ini berhubungan dengan tuan Saga. Ada perasaan

    antusias yang semakin mengebu muncul. Tuan Saga adalah magnet yang membuat

    semua orang selalu tertarik dalam hal sekecil apapun tentangnya.

    “ Saya akan menuruti tuan dan tidak

    akan melakukan kesalahan.” Berkata dengan suara tegas.

    Jadi kumohon, turuti syaratku tuan.

    “ Kalau kau sepercaya diri itu,

    kenapa takut.”

    Benar juga, kalau aku tidak membuat

    kesalahan, kenapa aku harus takut dia memukulku. Tapi tidak Aran, diakan

    harimau gila. Standar kesalahannya berbeda dengan bosmu di stasiun TVXX. Jadi

    kau harus melindungi dirimu.

    Aran masih diam membisu. Sepertinya

    tidak mungkin tuan Han mau menerima syarat itu.  Dan dia ingin dengan penuh

    kesombongan berdiri, lalu berkata. “ Kalau tuan tidak mau menerima syarat itu,

    maka saya tidak akan menerima pekerjaan dari tuan.”

    Cih, kalau dia jawab, kalau begitu

    nyahlah dari muka bumi ini. Aku harus bagaimana?

    Rasanya saat ini Aran ingin memohon

    saja, tapi harga dirinya menariknya untuk hanya diam membisu. Menunggu laki-laki di depannya berfikir.

    “ Kau mau ambil pekerjaan ini atau

    sok jual mahal lagi?”

    Sial, dia tahu aku sedang bimbang.

    “ Kalau saya melakukan kesalahan

    tuan bisa memotong gaji saya saja.” Menemukan satu alternatif hukuman. Yang di

    rasa jauh lebih baik. “ Tapi saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan

    apapun.”

    “ Huh! Sudah kukatakan kalau kau

    sepercaya diri itu, kenapa takut.”

    Kenapa dia memakai kata-kata itu

    lagi si.

    Sudah kalah. Arandita butuh uang. Pekerjaan apapun yang dijanjikan Han jauh lebih baik daripada yang ia jalani sekarang. Dan ia tidak punya pilihan, selain sekali lagi menjalin ikatan mematikan dengan laki-laki di hadapannya ini. Dan sekali lagi, dialah yang membuat benang ikatan takdir itu.

    “ Kau terima atau tidak? Satu,

    dua...” Menghitung tiba-tiba.

    “ Ia saya terima.” Sebelum Han

    menyelesaikan hitungan ketiganya. “ Saya terima pekerjaan dari tuan.”

    Aran tahu, gaya sok-sokan jual

    mahalnya tidak akan mempan. Dia itu sekertaris Han, dan dia tahu bagimana sifatnya.

    “ Baiklah, aku terima syaratmu.” Ucapan Han selanjutnya membuatnya terbelalak. senang, sekaligus ngeri. Merasa kalau tidak mungkin itu dilakukannya tanpa syarat. Pasti ada hal yang harus dia bayar dengan sangat mahal.

    Apa! apa-apan dia, kenapa tadi dia

    berdebat kalau pada akhirnya dia menerima syaratku.

    “ Aku bisa memotong semua gajimu

    kalau sampai kau membuat kesalahan.”

    Apa! semua?

    “ Kenapa? Kau mau membatalkan

    syaratmu?” Bertanya saat mata Aran terbelalak karena sangat terkejut.

    Dia menyeringai penuh kemenangan

    lagi. Aku tahu, aku tidak akan menang darinya.

    “ Tidak tuan, terimakasih sudah

    menerima syarat saya. Kedepannya saya kan bekerja dengan baik.” Pasrah. Syaratnya disetuju itu sudah jauh lebih penting dari semua jaminan yang ada.

    “ Tentu saja, karena kalau kau

    melakukan kesalahan kau tahu akibatnya kan.”

    Aaaaaa, kenapa aku mengatakan untuk

    memotong gajiku si. Itukan sama berharganya dengan nyawaku.

    Namun menjilat ludah sendiri juga

    tidak mungkin dia lakukan. Sudahlah, yang harus dia lakukan hanyalah jangan

    sampai membuat kesalahan itu yang terpenting. Dia bisa melindungi dirinya dari

    hukuman fisik itu sudahlah cukup. Sampai hari ini saja kenangan masa lalunya

    saat terakhir kali sekertaris Han melepaskannya masih seperti hantu mengejarnya

    sampai dalam mimpi.

    “ Sekarang ikut aku.” Han bangun dan meraih amplop coklat di atas meja yang tadi di sodorkan pada Arandita.

    “ Hah! Kemana tuan? Kita bahkan

    belum memesan apapun di sini.” Protes, dia bahkan belum makan apa-apa sedari pagi.

    “ Memang siapa yang mau memberimu

    makan.”

    Apa! lantas kenapa juga janjian di

    kafe, paling tidak belikan aku kopi kan bisa. Aku ingin menangis rasanya karena lapar.  Bagaimana dia bisa mendapat area

    privat begini tanpa memesan apapun. Tunggu, tempat ini bukan miliknya kan?

    Sambil masih dipenuhi tanda tanya

    dia mengikuti langkah cepat Han. Bertemu dengan beberapa pelayan di luar kafe

    yang menundukan kepala sopan lalu mengantar mereka sampai keluar pintu.

    “ Tuan, kita mau kemana?”

    Aku lapar!

    “ Bekerja.”

    “ Apa! sekarang? Tuan, kumohon biarkan saya memesan kopi dan roti sebentar. Saya kelaparan ”

    Han tidak menjawab, dia masuk ke

    dalam mobil. Tapi dia belum menghidupkan mobilnya.

    " Terimakasih tuan!"

    " 10 menit, atau kau harus lari mengejar mobil ini."

    Cih, kenapa kau tidak ada baik-baiknya sedikitpun sih.

    Aran langsung berlari masuk kembali kedalam kafe, sambil melihat jam di hpnya.

    Bersambung

Novel